.

Kamis, 03 Juli 2014

PENJELASAN AYAT2 TENTANG PUASA DALAM AL QURAN

ramadhanku
Di tulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman

Ayat-ayat tentang puasa dalam al-Quran adalah surat al-Baqoroh dari ayat 183 hingga 187. Berikut ini akan disebutkan penjelasan dari tiap-tiap ayat tersebut.

AYAT KE-183 SURAT AL-BAQOROH

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183)
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa”
(Q.S al-Baqoroh:183).
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang:
1. Sikap terhadap seruan : Wahai orang-orang yang beriman….
2. Definisi puasa
3. Puasa telah diwajibkan pula pada umat sebelum kita
4. Tujuan puasa untuk mencapai ketakwaan
PENJELASAN:
Sikap terhadap Seruan : “Wahai Orang-orang yang Beriman….”
Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata:
إِذَا سَمِعْتَ اللَّهَ يَقُولُ: ” يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ” فَأَرْعِهَا سَمْعَكَ فَإِنَّهُ خَيْرٌ يَأْمُرُهُ، أَوْ شَرٌّ يَنْهَى عَنْهُ
“Jika engkau mendengar Allah berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, maka pasang pendengaran baik-baik karena padanya (pasti terdapat) kebaikan yang diperintahkan atau keburukan yang akan dilarang”
(riwayat Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Awliyaa’)
Setiap perintah dalam al-Quran pasti mengandung kebaikan, kemaslahatan, keberuntungan, manfaat, keindahan, keberkahan. Sedangkan setiap larangan dalam al-Quran pasti mengandung kerugian, kebinasaan, kehancuran, keburukan (disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir (1/200)).
Definisi Puasa
Allah Ta’ala berfirman:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
Telah diwajibkan kepada kalian as-Shiyaam (puasa)
Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan kewajiban puasa bagi orang-orang beriman umat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam. Nanti dalam ayat-ayat berikutnya akan dijelaskan bahwa kewajiban puasa itu tidak untuk seluruh waktu, namun hanya pada hari-hari tertentu saja, yaitu pada bulan Ramadhan.
Puasa (dalam bahasa Arab disebut shiyaam atau shoum) memiliki definisi secara bahasa dan definisi secara syar’i. Definisi puasa secara bahasa adalah ‘menahan diri untuk tidak berbuat sesuatu’. Dalam al-Quran, ada ayat yang menunjukkan penggunaan definisi puasa secara bahasa. Yaitu, perintah Allah kepada Maryam (ibunda Nabi Isa):
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
“…sesungguhnya aku bernadzar puasa untuk arRahman (Allah) sehingga aku tidak akan berbicara pada hari ini dengan manusia manapun”
(Q.S Maryam:26)
Dalam ayat tersebut, Maryam bernadzar untuk puasa, namun dalam definisi secara bahasa, yaitu ‘menahan diri untuk tidak berbicara’.
Sedangkan definisi puasa secara syar’i adalah:
Beribadah kepada Allah disertai dengan niat dalam bentuk menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa dari sejak terbit fajar shadiq hingga terbenamnya matahari.
(asy-Syarhul Mumti’ ala Zaadil Mustaqni’ (6/298)).
Puasa Telah Diwajibkan pula Pada Umat Sebelum Kita
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfiman:
…كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ…
“…sebagaimana diwajibkan kepada umat sebelum kalian…”
(Q.S al-Baqoroh:183)
Dalam ayat tersebut juga dijelaskan bahwa puasa adalah amalan yang diwajibkan tidak hanya bagi kaum muslimin umat Nabi Muhammad saja, namun juga pada umat sebelum kita.
Tidak didapati dalam hadits yang shahih tentang bagaimana tata cara berpuasa umat sebelum kita. Terdapat beberapa hadits, namun lemah. Seperti hadits Daghfal bin Handzhalah diriwayatkan atThobarony dan lainnya yang menyebutkan bahwa awalnya kaum Nashrani berpuasa Ramadhan, kemudian ada raja-raja mereka yang sakit dan bernadzar jika Allah beri kesembuhan akan menambah jumlah hari puasanya. Demikian berlangsung hingga kemudian jumlah hari puasa mereka menjadi 50 hari. Namun hadits tersebut lemah karena Daghfal bin Handzhalah bukanlah Sahabat Nabi menurut Imam Ahmad dan al-Bukhari, sehingga hadits tersebut masuk kategori mursal, terputus mata rantai periwayatannya.
Namun, pernyataan Allah bahwa puasa juga telah diwajibkan atas umat terdahulu memberikan manfaat penting:
1. Penambah semangat bagi kaum mukminin umat Nabi Muhammad, membuat mereka merasa ringan mengerjakan puasa. Karena pewajiban puasa tidak hanya khusus bagi mereka, namun juga umat sebelumnya. Sehingga umat Nabi Muhammad tidak akan berkata: Sungguh berat puasa ini, hanya kami yang dibebani dengan kewajiban ini.
2. Ibadah puasa adalah ibadah yang sangat dicintai oleh Allah. Karena itu, Allah telah mensyariatkannya sejak dulu kala.
3. Pensyariatan puasa pada umat ini adalah yang terakhir kali, sebagai penyempurna terhadap syariat-syariat sebelumnya.

Tujuan Utama Puasa untuk Mencapai Ketakwaan
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfiman:
…لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“…agar kalian bertakwa”
(Q.S al-Baqoroh:183)
Ayat ini menunjukkan tujuan berpuasa adalah agar tercapai ketakwaan. Ibadah puasa yang dikerjakan dengan sebenarnya akan menghantarkan seseorang pada ketakwaan. Sedangkan ketakwaan adalah penghantar seseorang mendapatkan kesuksesan/ keberhasilan yang hakiki
…وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“… dan bertakwalah kepada Allah agar kalian sukses/ berhasil “
(Q.S al-Baqoroh:189, Ali Imran:130, Ali Imran:200).
Maka tujuan inti dan utama dari berpuasa adalah untuk mencapai ketakwaan. Sedangkan manfaat lain yang akan dirasakan, seperti manfaat secara fisik terhadap tubuh, atau manfaat bagi kehidupan bermasyarakat, itu adalah efek tambahan yang mengikuti
(disarikan dari penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam tafsir surat alBaqoroh).

Ayat ke-184 Surat al-Baqoroh

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“(pada) hari-hari yang tertentu. Barangsiapa yang sakit atau safar, maka mengganti di hari lain. Bagi orang yang mampu, maka ia membayar fidyah memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan (membayar kelebihan), maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
PENJELASAN:
Jika Allah menyatakan dalam ayat sebelumnya bahwa diwajibkan berpuasa bagi orang yang beriman, pada ayat ini dinyatakan bahwa pelaksanaan puasa yang diwajibkan itu bukanlah pada semua hari sepanjang tahun. Namun, hanya pada hari-hari yang ditentukan saja. Allah menyatakan: “(pada) hari-hari yang tertentu”.
Dalam ayat ini Allah juga menjelaskan bahwa tidak semua pihak mendapat kewajiban berpuasa di hari-hari tertentu itu. Bagi yang sedang sakit sehingga tidak bisa berpuasa atau sedang dalam perjalanan (safar), ia bisa mengganti di hari-hari lain selama tidak terlarang berpuasa di hari itu.
Allah menyatakan: …Barangsiapa yang sakit atau safar, maka mengganti di hari lain…
Ada beberapa kalimat dalam ayat ini yang telah dihapuskan hukumnya, yaitu:
Bagi orang yang mampu, maka ia membayar fidyah memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang membayar dengan kelebihan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui
Dulu, salah satu tahapan pewajiban berpuasa, setiap muslim diberi pilihan. Barangsiapa yang mau bisa berpuasa. Barangsiapa yang tidak berpuasa, bisa membayar fidyah. Jadi, dulunya tidak semua muslim langsung diwajibkan berpuasa.
Allah menyatakan dalam ayat ini, bahwa barangsiapa yang mampu berpuasa namun tidak memilih berpuasa, silakan membayar fidyah (memberi makan orang miskin). Namun, jika ia memilih berpuasa, itu lebih baik.
Membayar fidyah (memberi makan) bisa dalam bentuk siap saji (matang) seperti yang dilakukan oleh Anas bin Malik ketika sudah tua, bisa juga dalam bentuk makanan yang belum matang (bahan mentah makanan pokok), ukurannya setengah sha’, sesuai hadits Nabi dari Ka’ab bin Ujroh:
لِكُلِّ مِسْكِينٍ نِصْفَ صَاعٍ
“…setiap orang miskin (diberi) setengah sho’ “
(H.R alBukhari no 1688 pada bab al-Ith’aam fil fidyah nishfu sho’ dan Muslim no 2080)
Ukuran setengah sho’ adalah setara dengan kurang lebih 1,5 kg (beras) per hari tidak berpuasa.
Membayar lebih banyak dari ukuran yang ditetapkan itu adalah lebih baik, sebagaimana dinyatakan Allah dalam ayat ini :
فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ
Barangsiapa yang membayar dengan kelebihan, maka itu adalah lebih baik baginya….
Misalkan, semestinya tanggungan seseorang adalah memberikan 1,5 kg per hari puasa yang ditinggalkan, namun dengan kerelaan hati ia lebihkan. Ia memberikan 3 kg per hari puasa yang ditinggalkan, maka ia termasuk mendapatkan pujian yang disebutkan dalam ayat ini.
Pensyariatan pembayaran fidyah masih terus berlaku bagi yang tidak mampu berpuasa dalam kondisi:
1. Tua renta, tidak mampu lagi berpuasa.
2. Sakit parah yang tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya.
3. Hamil atau menyusui, jika mengkhawatirkan keadaan janin atau bayinya.
Pendapat ini diriwayatkan dari beberapa Sahabat Nabi seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Umar (lihat ad-Durrul Mantsur karya al-Imam as-Suyuthy)

Ayat ke-185 Surat al-Baqoroh

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas-penjelas dari petunjuk dan pembeda. Barangsiapa yang menyaksikan (datangnya) bulan itu maka berpuasalah. Barangsiapa yang sakit atau dalam safar (perjalanan jauh) maka (mengganti) di hari lain. Allah menginginkan bagimu kemudahan dan tidak menginginkan kesukaran untukmu. Dan hendaknya kalian sempurnakan bilangannya dan bertakbirlah (mengangungkan kebesaran) Allah sesuai dengan yang Allah berikan petunjuk kepada kalian agar kalian bersyukur”
(Q.S al-Baqoroh: 185)
Pada ayat ini terdapat beberapa permasalahan yang akan dijelaskan, yaitu:
  1. Ramadhan adalah bulan turunnya al-Quran.
  2. AlQuran sebagai petunjuk, penjelasan dari petunjuk, dan pembeda.
  3. Kewajiban berpuasa bagi yang mukim, tidak sakit, dan tidak berhalangan untuk puasa.
  4. Allah ulang keringanan tidak berpuasa bagi yang safar atau sakit
  5. Allah menginginkan kemudahan, dan tidak menginginkan kesulitan untuk kita.
  6. Menyempurnakan bilangan
  7. Bertakbir di akhir puasa sebagai bentuk syukur
PENJELASAN:

Ramadhan Bulan Turunnya al-Qur’an

Allah turunkan al-Quran pertama kali di Lailatul Qodr (malam kemuliaan) pada sepuluh hari yang terakhir di bulan Ramadhan
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami menurunkan (alQuran) pada Lailatul Qodr”
(Q.S al-Qodr:1)
Awalnya, AlQuran diturunkan secara utuh ke Baitul Izzah (suatu tempat di langit dunia) pada bulan Ramadhan. Kemudian secara berangsur-angsur diturunkan sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan: sebagai jawaban terhadap pertanyaan seseorang, sebagai teguran pada kaum muslimin, sebagai penghibur jiwa dan mengokohkan hati kaum muslimin, dan sebagainya. Turunnya al-Quran karena peristiwa-peristiwa tersebut terjadi bukan hanya pada bulan Ramadhan saja.
Dalam sebagian hadits dinyatakan bahwa al-Qur’an diturunkan pada malam 25 Ramadhan.
وَأُنْزِلَ الْقُرْآنَ لِأَرْبَعٍ وَعِشْرِيْنَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ
“Dan al-Quran diturunkan setelah melewati 24 dari Ramadhan”
(H.R Ahmad dari Watsilah bin Asqo’, al-Munawi menyatakan bahwa para perawinya terpercaya, dan dihasankan oleh al-Albany).
Sebagian Ulama menafsirkan makna hadits tersebut dengan pemahaman: al-Quran diturunkan pada malam 24 Ramadhan (as-Siiroh anNabawiyyah libni Katsir (1/393)). Karena itu, hadits di atas memiliki 2 penafsiran:
  1. Al-Quran diturunkan pada malam 25 Ramadhan. Ini adalah pendapat al-Hulaimi dan dinukil serta disepakati oleh adz-Dzahaby (Faidhul Qodiir karya al-Munawi).
  2. Al-Quran diturunkan pada malam 24 Ramadhan. Ini adalah pendapat yang dinukil Ibnu Katsir dalam as-Siroh anNabawiyyah karyanya (1/393)).
Pada bulan Ramadhan tersebut Jibril bertadarus al-Quran dengan Nabi. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya pada Bab Keutamaan Bulan Ramadhan

Al-Quran sebagai Petunjuk bagi Manusia

Dalam ayat ini, Allah menyatakan al-Quran sebagai:
  1. Petunjuk menuju al-haq. Barangsiapa yang menjadikannya sebagai petunjuk, akan terbimbing menuju al-haq.
  2. Dalil-dalil yang menjelaskan petunjuk tersebut, berupa penjelasan halal dan haram serta batasan-batasan syariat.
  3. Pembeda antara al-haq dengan kebatilan.
هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
…sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas-penjelas dari petunjuk dan pembeda…(Q.S alBaqoroh:185)

Kewajiban berpuasa bagi yang mukim, tidak sakit, dan tidak berhalangan untuk puasa

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Maka barangsiapa yang mempersaksikan (masuknya) bulan (Ramadhan), berpuasalah
Ibnu Katsir menyatakan bahwa ayat ini merupakan pewajiban dari Allah bagi barangsiapa yang tinggal di tempat tinggalnya (mukim) dan dalam kondisi sehat pada saat masuknya bulan Ramadhan untuk berpuasa.
Potongan ayat ini sekaligus sebagai penghapus hukum tentang puasa di ayat sebelumnya: barangsiapa yang mau silakan berpuasa, barangsiapa yang mau silakan membayar fidyah meski mampu berpuasa. Setelah turunnya ayat ini, maka tidak ada pilihan lain bagi semua pihak yang mampu dan tidak berhalangan untuk berpuasa.
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ كُنَّا فِي رَمَضَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ فَافْتَدَى بِطَعَامِ مِسْكِينٍ حَتَّى أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ { فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمْ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ }
Dari Salamah bin al-Akwa’ radhiyallahu anhu bahwasanya beliau berkata: “Kami dulu pada masa Ramadhan di masa Nabi shollallaahu alaihi wasallam (diperbolehkan): barangsiapa yang mau silakan berpuasa dan barangsiapa yang mau silakan berbuka (namun) membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin. Hingga turunnya ayat: …maka barangsiapa di antara kalian yang mempersaksikan (masuknya) bulan (Ramadhan) berpuasalah”
(H.R alBukhari dan Muslim, lafadznya sesuai riwayat Muslim)

Allah ulang penyebutan keringanan tidak berpuasa bagi yang safar atau sakit

Pada ayat sebelumnya (ayat 184), Allah telah memberikan keringanan bagi orang yang sakit atau safar untuk tidak berpuasa. Mengapa dalam ayat ini (ayat 185) diulang kembali penyebutannya?
…فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“…barangsiapa di antara kalian sakit atau safar, maka (mengganti sejumlah bilangan hari yang ditinggalkan) di hari lain”
(Q.S al-Baqoroh:184)
 وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“… dan barangsiapa yang sakit atay safar, maka mengganti sejumlah bilangan hari yang ditinggalkan) di hari lain”
(Q.S al-Baqoroh:185)
Jawabannya adalah:
Jika pada ayat 184 Allah menjelaskan keadaan puasa sebelumnya, yang boleh ada pilihan: berpuasa atau membayar fidyah, maka pada ayat 185 Allah hapuskan hukum pada ayat sebelumnya, bahwa semua yang menyaksikan masuknya Ramadhan harus berpuasa. Namun, Allah ulang penyebutan keringanan bagi yang sakit dan safar agar tidak terjadi anggapan bahwa orang yang sakit atau safar menjadi harus berpuasa karena hukumnya telah diubah (disarikan dari Taisiir al-Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan karya Syaikh Abdurrahman as-Sa’di).

Allah menginginkan kemudahan, dan tidak menginginkan kesulitan untuk kita

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“… Allah menginginkan untuk kalian kemudahan dan Dia tidak menginginkan bagi kalian kesulitan …”
(Q.S al-Baqoroh:185)
Allah berikan keringanan bagi orang yang sakit yang tidak mampu berpuasa untuk menggantinya di saat sudah sehat di hari yang lain.
Sebagian Ulama’ (dari kalangan Tabi’in) seperti al-Hasan al-Bashri dan Ibrahim anNakha-i memberikan batasan: jika seseorang sakit sehingga tidak mampu sholat dalam keadaan berdiri, maka pada saat itu ia boleh untuk tidak berpuasa (riwayat Ibnu Jarir atThobary)
Di antara kemudahan dari Allah adalah bolehnya tidak berpuasa bagi musafir, disyariatkannya meringkas sholat yang 4 rokaat menjadi 2 rokaat. Demikian juga bolehnya ibu hamil atau menyusui untuk tidak berpuasa jika tidak kuat dalam berpuasa.
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ
“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla meletakkan (keringanan) pada musafir (untuk mengerjakan) setengah sholat dan (keringanan) bagi musafir, wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa”
(H.R Abu Dawud, Ibnu Majah dari Abdullah bin Ka’ab)
Wanita yang hamil dan menyusui boleh untuk tidak berpuasa. Kalau mereka memilih untuk tidak berpuasa, apa yang harus dilakukan? Mengganti di waktu lain atau membayar fidyah?
Perlu dilihat keadaan yang mendasari alasan tidak berpuasa bagi ibu hamil dan menyusui. Alasannya bisa 2 macam, dan tiap macam konsekuensinya berbeda.
  1. Sebenarnya kuat berpuasa tapi karena mengkhawatirkan kondisi janin atau bayinya, maka ia tidak berpuasa. Dalam kondisi ini, membayar fidyah. Sebagaimana pendapat Sahabat Nabi Ibnu Abbas.
  2. Tidak kuat berpuasa karena lemah fisiknya. Kondisi seperti ini sama dengan orang yang sakit sementara dan musafir. Maka, boleh tidak berpuasa, dan mengganti di hari lain saat sudah kuat berpuasa. Sesuai hadits Abdullah bin Ka’ab riwayat Abu Dawud di atas.
Perincian ini sesuai dengan pendapat seorang Tabi’i al-Hasan al-Bashri rahimahullah.
Seorang musafir mendapat keringanan dari Allah untuk meringkas sholatnya yang asalnya 4 rokaat (Dzhuhur, Ashar, dan Isya) menjadi 2 rokaat saja. Jika ada yang berkata: keadaan safar di masa dulu penuh dengan penderitaan: panas, capek, kendaraan primitif dan tradisional, masa tempuh lama. Berbeda dengan sekarang yang sudah banyak kemudahan. Kendaraan ber-AC, jarak tempuh jadi singkat, tidak terlalu capek, dan berbagai kemudahan. Apakah masih relevan kemudahan itu bagi kita saat ini?
Jawabannya: Ya. Masih berlaku untuk kita saat ini dengan kondisi penuh kemudahan. Asalnya, perintah meringkas/ mengqoshor sholat itu pada saat timbul perasaan mencekam (tidak aman) di masa perang. Dalam kondisi itu boleh untuk mengqoshor sholat. Seperti disebutkan dalam anNisaa’ ayat 101.
Setelah kondisi aman, Umar kemudian bertanya kepada Rasulullah shollallahu alaihi wasallam: Apakah keringanan dari Allah itu masih berlaku untuk kita pada saat kondisi sudah aman. Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam bersabda:
صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ
“Itu adalah shodaqoh Allah untuk kalian, maka terimalah shodaqoh (dari)Nya”
(H.R Muslim dari Ya’la bin Umayyah)
Hal itu menunjukkan bahwa meski sekarang sudah demikian mudah, terimalah shodaqoh Allah tersebut. Tetap jalankan qoshor dalam sholat sebagai musafir (kecuali jika kita sholat di belakang penduduk setempat), demikian juga boleh bagi kita untuk tidak berpuasa jika status kita adalah musafir.
Sesungguhnya Allah senang jika seorang hamba mengambil keringanan yang Allah berikan, sebagaimana Allah benci jika kemaksiatan terhadapNya dilakukan
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ
“Sesungguhnya Allah senang jika keringanan (dari)Nya diambil, sebagaimana Dia benci jika kemaksiatan terhadapNya dilakukan”
(H.R Ahmad, dishahihkan Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)

Berapa jarak minimal perjalanan dikatakan safar?
Ada banyak perbedaan pendapat para Ulama’ hingga mencapai lebih dari 20 pendapat tentang jarak safar. Namun, bisa dikerucutkan menjadi 2 pendapat yang kuat:
  1. Pendapat jumhur (mayoritas) Ulama’. Jaraknya jika dikonversikan dalam kilometer adalah kurang lebih 80 km.
  2. Tidak ada batasan jarak khusus. Patokannya adalah perhitungan berdasarkan kebiasaan (urf). Karena memang tidak ditemukan adanya batasan khusus dari alQuran maupun hadits yang shahih. Jika berdasarkan kebiasaan setempat hal itu terhitung safar (perjalanan luar kota), bukan sekedar perjalanan biasa, sehingga butuh bekal, dan sebagainya, maka itu terhitung safar. Jika tidak, maka belum termasuk safar. Berdasarkan kebiasaan kita di Indonesia, lintas Kabupaten/ Kota biasanya sudah dianggap safar. Dalam hadits Anas bin Malik riwayat Muslim, Nabi pernah mengqoshor sholat dalam jarak perjalanan 3 mil  atau 3 farsakh. Tiga mil adalah sekitar 4,5 km, sedangkan 3 farsakh adalah sekitar 13,5 km. Bisa saja hal itu dipahami bahwa pada jarak tersebut sudah tercapai perjalanan lintas daerah/kota. Misalkan, dari wilayah perbatasan menuju perbatasan yang terdekat. Wallaahu A’lam.

CERITA TIGA DOKTER CANTIK HATINYA

Alkisah, ada 3 dokter muda, wanita, berteman baik, yang barusaja mengucapkan sumpah dokternya. Kalian tahu isi sumpah dokter? Itu keren sekali, amat indah. Saya akuntan, tapi sy tetap terharu membacanya, bahkan baru kalimat2 awalnya saja, membaca sumpahdokter ini membuat sy amat menghargai profesi ini.




Terbawa suasana riang barusaja menjadi dokter, juga dilingkupi dengan semangat kebaikan yg ada dalam sumpah hippokrates tersebut, ketiga sahabat baik ini berjanji satu sama lain untuk mengadakan sebuah kompetisi positif, yaitu: siapa yang paling banyak melayani orang lain selama mereka menjadi dokter. siapa yg paling banyak memberikan manfaat bagi orang lain (entah itu merawat pasien, orang2 berkonsultasi, murid/mahasiswa, bimbingan, apa saja, sepanjang mendapatkan manfaat dari ilmu kedokteran mereka). Dua puluh tahun lagi mereka akan bertemu, dua puluh tahun lagi mereka akan melihat siapa yg memenangkan kompetisi tersebut.

Waktu berlalu cepat, lepas dari acara pengucapan sumpah tersebut, ketiga dokter itu berpisah, karena asal kota mereka memang berbeda satu sama lain, berjauhan. Dua puluh tahun berlalu, mereka disibukkan dengan rutinitas masing2, hingga tibalah reuni akbar fakultas kedokteran kampus mereka. Tiga dokter itu bertemu kembali. Tertawa bahagia, saling berpelukan, mengenang banyak hal, dan bercerita lebih banyak lagi. Hanya soal waktu ketika mereka bertiga sambil tersenyum simpul mulai membicarakan tentang kompetisi dua puluh tahun lalu.


Terbawa suasana riang barusaja menjadi dokter, juga dilingkupi dengan semangat kebaikan yg ada dalam sumpah hippokrates tersebut, ketiga sahabat baik ini berjanji satu sama lain untuk mengadakan sebuah kompetisi positif, yaitu: siapa yang paling banyak melayani orang lain selama mereka menjadi dokter. siapa yg paling banyak memberikan manfaat bagi orang lain (entah itu merawat pasien, orang2 berkonsultasi, murid/mahasiswa, bimbingan, apa saja, sepanjang mendapatkan manfaat dari ilmu kedokteran mereka). Dua puluh tahun lagi mereka akan bertemu, dua puluh tahun lagi mereka akan melihat siapa yg memenangkan kompetisi tersebut.

Waktu berlalu cepat, lepas dari acara pengucapan sumpah tersebut, ketiga dokter itu berpisah, karena asal kota mereka memang berbeda satu sama lain, berjauhan. Dua puluh tahun berlalu, mereka disibukkan dengan rutinitas masing2, hingga tibalah reuni akbar fakultas kedokteran kampus mereka. Tiga dokter itu bertemu kembali. Tertawa bahagia, saling berpelukan, mengenang banyak hal, dan bercerita lebih banyak lagi. Hanya soal waktu ketika mereka bertiga sambil tersenyum simpul mulai membicarakan tentang kompetisi dua puluh tahun lalu



Dokter pertama, kembali ke kota asalnya, menjadi dokter yg amat terkenal. Dia bekerja di rumah sakit daerah, sekaligus membuka praktek. Dia dokter yg berdedikasi, sumpah hippokrates membuatnya menjadi dokter yg penuh kasih sayang, peduli pada pasien, selalu membantu. Maka tidak heran, puluhan orang memenuhi tempat prakteknya setiap hari. Dua puluh tahun berlalu, berapa jumlah orang yg pernah dilayaninya? Seratus ribu orang. Wow, dua sahabatnya berseru kagum, bukan main


Dokter kedua, giliran dia bercerita, sejak masih mahasiswa dia sudah menjadi aktivis yg baik. Saat sudah menjadi dokter, maka dia mendedikasikan ilmunya untuk orang2 yg tidak mampu, terpencil dan terkena musibah. Saat kejadian tsunami di suatu tempat, puluhan, ratusan, tidak terhitung pasien setiap hari yg harus ditangani, belum lagi belasan posko kesehatan yg berada di bawah komandonya. Dia dokter yg hebat. Dua puluh tahun berlalu, maka jumlah orang yg dilayaninya tidak kalah mengagumkan, seratus lima puluh ribu orang. Wow, dua sahabatnya berseru tidak kalah kagumnya, bukan main. Terlebih orang2 yg dia layani adalah orang2 yg tidak mampu atau terkena musibah.

Setelah seruan kagum atas cerita temannya, dokter ketiga terdiam, giliran dia bercerita, tapi hei, dia menggeleng. Ada apa? Dua temannya yg penasaran hendak mendengar rekornya bertanya. Dia menggeleng lagi. Kenapa? Ternyata, sejak sumpah hippokrates itu dilakukan, dia seharipun tdk pernah membuka tempat praktek dokter atau bekerja di rumah sakit, klinik. Mengapa? Karena saat kembali ke kota asalnya, menikah, suaminya memang mengijinkan dia bekerja, tapi Ibunya mendadak jatuh sakit. Lumpuh, hanya bisa tiduran di ranjang. Anak semata wayang, dia memutuskan merawat Ibunya, penuh kasih sayang, telaten. Bertahun2 Ibunya sakit, dan saat usia tua tidak bisa dikalahkan oleh perawatan medis sebaik apapun, Ibunya meninggal dalam pelukannya. Satu tahun setelah kesedihan itu, dia hendak kembali memulai cita2 membuka praktek dokternya, tapi suaminya, tiba2 juga menyusul jatuh sakit, stroke. Terbaring di ranjang tdk berdaya. Maka dimulai lagi siklus yg sama. Bertahun2 merawat suaminya, penuh kasih sayang, telaten. Kondisi suaminya memang membaik belakangan, sudah bisa berjalan normal, tapi semua sudah berlalu, dua puluh tahun telah lewat, kesempatan telah dimakan waktu.

Hanya dua orang itu saja pasiennya selama ini.

Lantas siapa yang memenangkan kompetisi ini? Dokter yang ketiga.

Tentu saja bukan karena semata2 dia merawat Ibu dan suaminya. Karena jumlahnya tetap kalah telak dibanding rekor pasien dua sahabatnya tadi. Dia memenangkan kompetisi itu, karena dia punya sebuah rahasia kecil.

Kalau mau jujur2an, tidak terhitung dokter ketiga ini marah, kecewa dengan situasi yg dialaminya. Dia iri melihat tetangganya, ibu2 rumah tangga yg juga memiliki karir. Apalagi saat membayangkan temannya yg sekarang pasti sibuk melayani pasien. Dia termasuk lulusan terbaik, tapi sekarang hanya terkurung di rumah. Tapi mau dikata apa? Siapa yg akan merawat Ibu dan suaminya? Maka dengan kesadaran baru, di tengah2 keterbatasan tersebut, di sisa2 waktu yg dimilikinya di rumah, karena jelas dia tdk bisa pergi lama meninggalkan ibunya dan suaminya, dia mulai menulis. Bertahun2 tulisannya tentang kesehatan, dunia medis mulai menggunung. Dan satu persatu menjadi buku dan diterbitkan penerbit besar. Mencengangkan melihat buku2 itu bisa jauh sekali menyerbu hingga ke kamar tidur, toilet. Karena dia menulis apa saja, mulai dari tips kesehatan simpel, hingga update dunia kedokteran modern, maka buku2nya amat beragam. Menjadi teman bagi ibu2 yg sedang hamil. Menjadi teman bagi ibu2 yg punya balita. Menjadi teman bagi siapa sj yg merawat pasien di rumah. Puluhan judulnya, ratusan ribu oplahnya, jutaan pembacanya.

Wow, dua sahabatnya berseru kagum setelah terdiam lama. Hei, ternyata itu buku karanganmu? Dua temannya berseru riang, kami bahkan memakainya sebagai referensi loh, mereka memeluk erat dokter ketiga. Mereka bersepakat, dialah yang memenangkan kompetisi tsb.

My dear, siapa saja yg tersambung dgn page ini, dan berniat utk belajar banyak hal dari page ini, maka yakinilah, kita selalu punya cara jika ingin bermanfaat bagi orang lain.

Saya beri contoh lain. Ada ibu2 rumah tangga, tidak berpendidikan, SD pun tidak tamat. Keluarga mereka miskin, anak banyak. Tapi dia setiap hari selalu menyempatkan setelah menjadi buruh tani, menanam pohon bakau. Kampung mereka dekat dengan pantai. Puluhan tahun berlalu, berapa jumlah pohon bakau yg dia tanam? Jutaan. Menakjubkan. Apa modal menanam pohon bakau? Cukup golok, tebas sana, tanam sini. Dan berpuluh tahun berlalu, pohon bakau itu bukan saja menjadi tameng jika tsunami terjadi, tapi mengembalikan kesuburan, ikan, kepiting, udang, bermanfaat banyak bagi kampung tersebut.

Saya beri contoh lain. Ada pemuda putus sekolah, kelas dua SMA, karena dipengaruhi teman, merokok, mabuk2an, nge-trek, maka drop outlah dia. Usianya sekarang dua puluh lima, kerja serabutan jadi tukang, montir, apa saja. Tapi dia punya kesadaran baru. Dia tidak ingin anak2 di kampung itu senasib dengannya, maka jagoan muda kita ini, dengan uang tabungan yg sedikit dr kerja serabutan, mulai mendirikan taman bacaan di rumah orang tuanya. Dengan akses bacaan yg baik, anak2 di kampung itu bisa memiliki pemahaman yg baik. Sedikit sekali koleksi bukunya, tp semangat membaca anak2 lebih penting.

My dear, kita selalu punya cara jika ingin bermanfaat bagi orang lain. Selalu. Maka mulailah dilakukan. Dikongkretkan. Sebagai penulis, sy mungkin bisa membuat indah kalimat, mungkin membuat hati berembun, mungkin membuat kalian menangis atau tiba2 bersemangat, tapi itu hanya kalimat2. Kalianlah yg akan membuatnya mnejadi nyata, dengan tindakan kongkret.

Selamat mencoba.

LIMA TANDA KEUANGAN ANDA SUDAH SEHAT

Kita bisa membawa bekal makanan ke kantor setiap hari dan memaksimalkan tabungan pensiun Anda, tapi bagaimana kita tahu apakah kita ada di jalur yang benar dalam kebijakan pengeluaran uang?

Kami berbicara dengan beberapa perencana keuangan terpercaya untuk mengetahui pendapat mereka tentang tolok ukur apa yang dapat digunakan untuk mengukur kesehatan keuangan. Ingat, sangat penting untuk dicatat bahwa situasi yang dialami setiap orang berbeda, dan penerapan rencana keuangan tentunya berbeda juga, bergantung pada usia. Perlu juga dicatat bahwa daftar rencana di bawah ini tidak berarti sudah lengkap. Pasti ada cara lain untuk mengukur kesehatan keuangan. Jangan ragu untuk menambahkan pemikiran Anda sendiri di kolom komentar.

Berikut adalah beberapa cara untuk mengukur kondisi finansial Anda.

1. Pada usia 40 tahun, Anda telah memiliki harta yang besarnya 1 hingga 3 kali lipat pendapatan tahunan Anda.
Banyak penasihat keuangan menggunakan target berbasis usia untuk menentukan berapa banyak uang yang harus disiapkan karyawan sebelum pensiun. Fidelity Investment merilis pedoman yang menyebutkan bahwa pada usia 35 tahun, karyawan harus memiliki simpanan di tabungan setara dengan gaji tahunan mereka.

Erin Baehr, seorang Perencana Keuangan Bersertifikat di Strusburg, Pa., memaparkan pedoman yang sama. Menurut strategi yang direkomendasikan oleh Alliance of Cambridge Advisors, seseorang dengan usia antara 30 dan 40 berada dalam ‘fase akumulasi awal’ dan kekayaan bersih mereka akan 1 sampai 3 kali lipat pendapatan tahunan mereka.

Pada saat itu, “Anda kemungkinan besar sudah membeli rumah pertama Anda, memiliki kebiasaan menabung yang baik, meminimalkan utang pengeluaran. Anda berada di titik dalam karier Anda untuk mengumpulkan tabungan Anda,” kata Baehr. Ketika jumlah tabungan Anda sudah mencapai tiga kali lipat penghasilan tahunan Anda, Anda berada dalam fase akumulasi cepat. (Perhatikan bahwa kekayaan bersih di sini mencakup harga jual rumah Anda.)

2. Jika suami/istri Anda juga bekerja, Anda tetap dapat menutupi biaya pengeluaran tetap meski salah satunya berhenti bekerja.
Jika Anda dapat membayar semua biaya tetap Anda - seperti cicilan rumah, tagihan ponsel, pembayaran asuransi, perawatan anak, dll - hanya dengan menggunakan pendapatan Anda atau pasangan Anda, itu artinya kondisi keuangan Anda sangat baik. Pendapatan kedua bisa Anda gunakan untuk biaya sekunder, seperti liburan, makan malam di luar, dan tabungan.

Memang, ketika Anda mulai menata keuangan di usia 20-an dan 30-an, seringkali kedua pasangan bekerja untuk membayar tagihan, sehingga akan lebih sulit untuk menyisihkan pendapatan seseorang untuk tabungan atau biaya yang mungkin dianggap ‘ekstra’, kata Baehr.

3. Gaya hidup Anda dari dulu hingga sekarang tak banyak berubah.
Aturan standar untuk menabung 10 persen dari penghasilan Anda itu bagus tetapi juga memiliki kekurangan, kata Michael Kitces, seorang perencana keungan bersertifikat dan direktur penelitian di Pinnacle Advisory Group di Columbia, Md. Ketika pendapatan Anda terus meningkat, menabung hanya 10 persen dari tabungan Anda “tidak begitu efektif memenuhi tujuan Anda karena standar hidup meningkat dengan cepat dan tabungan Anda tidak bisa mengimbanginya,” katanya.

Misalnya, saat Anda berusia 20 tahun dan gaji Anda Rp2 juta, Anda menabung 10 persen yaitu Rp200 ribu. Kemudian Anda mendapat promosi jabatan di usia 30 tahun dan gaji Anda menjadi Rp10 juta. Jika Anda tetap menggunakan aturan menabung 10 persen, uang yang Anda tabungkan di usia 30 tahun adalah Rp1 juta. Padahal dengan gaji sebesar ini, Anda bisa menabung jauh lebih besar dari hanya 10 persen.

Hanya saja, biasanya dengan gaji yang bertambah, gaya hidup jadi lebih mahal pula. Maka banyak orang menabung dengan patokan minimal demi bisa menggunakan uangnya untuk biaya hidup. Padahal jika kita mengutamakan menabung, dan menjalani gaya hidup yang tidak banyak berubah dari 10 tahun yang lalu, masa tua kita akan lebih terjamin.

4. Anda hanya memiliki satu cicilan.
Tentu saja tidak memiliki utang adalah sesuatu yang ideal. Tapi dengan menyicil satu pembayaran tiap bulan, Anda meminimalkan risiko terjebak krisis aliran dana jika Anda terpaksa mengeluarkan biaya tak terduga untuk kesehatan misalnya.

Cara lain adalah dengan membuat tabungan mobil baru. “Sebagian besar orang sukses yang siap pensiun yang saya temui, hampir semua dari mereka memiliki akun mobil baru,” kata Behr. Dengan hal tersebut, alih-alih mencicil mobil baru, Anda menyisihkan sebagian uang ke dalam sebuah tabungan setiap bulannya, sehingga Anda memiliki cukup uang untuk membeli mobil baru ketika Anda membutuhkannya.

5. Anda memberikan setidaknya 5% dari penghasilan Anda untuk amal.
Kegiatan amal menunjukkan hubungan Anda yang sehat dengan kondisi keuangan. Ini berarti Anda memiliki batasan dalam hidup Anda, dalam keuangan Anda, dan Anda tidak hidup dalam kekurangan,” kata Baehr. Ini adalah indikasi yang sama dengan memiliki jumlah tabungan yang besar, tapi “saya merasa bahwa dengan beramal, membantu Anda untuk mengingat bahwa orang lain memiliki kebutuhan lebih besar daripada Anda,” katanya. (gf/ik)

VENTING AND DRAINING - HOW TO GET THE HOLE SIZE RIGHT


One of the most common issues in designing fabrications for hot dip galvanizing is ensuring that fabrications are vented and drained correctly. All steel to be galvanized needs to be immersed in molten zinc and the zinc needs to be able to flow freely into and out of all hollow sections and corners. The flow of molten zinc into, off, and out of the fabrication is one of the most important factors in determining the final quality of the coating. Inadequate venting and draining can cause the following galvanized coating defects:
• misses in the coating caused by air locks preventing molten zinc contacting the steel surface.
• puddling of zinc in corners, wasting zinc and interfering with subsequent assembly
• ash trapped on zinc surface causing surface defects
• irregularities in surface appearance caused by erratic immersion and withdrawal because of item floating or trapping zinc internally
• thick zinc runs on surface caused by zinc freezing during draining
• steel is only about 15% heavier than zinc. A relatively small amount of air trapped inside a hollow section will prevent the section from sinking in the molten zinc
• any water trapped inside a hollow section will expand 1750 times its original volume as steam and generate pressures as high as 50 MPa (7250 psi).

BASIC VENTING RULES

• no vent hole should be smaller than 8 mm
• the preferred minimum size is 12 mm
• about 200 grams of zinc ash will be produced for each square metre of steel surface galvanized.
This ash is a solid powder and will not pass through small openings. Venting large internal areas required larger vent holes to allow ash to escape
• hollow vessels require 1250 mm2 of vent hole for each cubic metre of enclosed volume. This
means that a 40 mm2 diameter hole is required for each cubic metre of volume
• hollow sections such as tube, RHS and SHS require minimum vent hole area equivalent to 25% of the section’ diagonal cross section
• vent holes should be at the edges of hollow sections


BASIC DRAINING RULES
• no drain hole should be less than 10 mm
• preferred minimum drain hole size is 25 mm
• large hollow sections ( tanks, pressure vessels) require a 100 mm diameter drain hole for each
cubic metre of enclosed volume
• drain holes should be at the edges of hollow sections.
• hollow sections such as tube, RHS and SHS require minimum drain hole area equivalent to 25% of the section’ diagonal cross section. The preferred design option is to leave the ends of tubes, RHS and SHS open.

THE TYPICAL CHARACTERISTICS OF APPEARANCE


There are several characteristics to the appearance to include; dull gray color, rust stains, blisters, texture
(smooth, rough), lumps, pimples, bare spots, bulky white deposit, and dark spots. The following information
will tell more about these different appearance issues:
1. Dull gray coating: This type of coating is normally acceptable and is caused by growth of the zinc iron alloy layers through to the surface of the galvanized coating .
2. Rust stains: The rust stains are acceptable when present as a surface stain, this is usually caused by contact with or drainage with other corroded steel surfaces.
3. Blisters: Small intact blisters in the coating are acceptable and are usually due to absorption of hydrogen by the steel during the pickling process being expelled as a result of the heat put off by the galvanizing process.
4 General roughness and thick coatings: General roughness of the outer material is normally acceptable as long as not otherwise agreed on with the consumer. The cause of rough galvanized coatings is usually a result from uneven growth of zinc iron alloys because of the composition or surface condition of the steel.
5. Lumpiness and runs: Lumps are normally acceptable unless otherwise specified and are caused by uneven drainage. Lumps and runs have no impact on the coating life.
6. Pimples: Pimples are grounds for rejection depending on size and extent. Pimples are caused by inclusions of dross in the coating. Dross, which is a zinc iron alloy particles has a similar corrosion rate to the galvanized coating and its presence as finely dispersed pimples is not objectionable. Gross dross inclusions may be
grounds for rejection as they tend to embrittle the coating.
7. Bare spots: Bare spots are generally acceptable if small in area and suitably repaired, depending on the nature of the product. Some reasons for bare spots are faulty processing, rolling defects, laminations and nonmetallic impurities rolled into the surface.
8. Wet storage stain or bulky white deposit: A bulky white or gray deposit, known as wet storage stain may form on the surface of closely stacked freshly galvanized articles which become damp under poorly ventilated conditions during storage or were left damp as a result of the product not being dry before storing. reason for wet material being stored is an insufficient wax concentration, either to much was or to little.

Appearance
A galvanized coating is normally smooth, continuous and free from gross surface imperfections and inclusions. While the heavy zinc coating on general galvanized articles should be smooth and continuous it cannot be compared for surface smoothness to continuously galvanized sheet steel or wire since these are produced by processes which permit close control of coating thickness and appearance.
Differences in the lustre and colour of galvanized coatings do not significantly affect corrosion resistance and the presence or absence of spangle has no effect on coating performance. As discussed under ‘Dull grey coating’ below, uniform or patchy matt grey galvanized coatings give equal or better life than normal bright or spangled coatings. It is recommended that inspection of galvanized work should be carried out by a designated party at the galvanizer’s works in accordance with the following guidelines, and tested when
necessary as detailed under ‘Non-destructive testing for coating thickness’.
Variations in appearance and their relationship to coating quality Variations in appearance of galvanized coatings listed below and their influence on coating quality are discussed on following pages.

Dull grey coating
General comment: Acceptable. A dull grey appearance is caused by growth of the zinc-iron alloy layers through to the surface of the galvanized coating. Grey coatings may appear as localized dull patches or
lacework patterns on an otherwise normal galvanized coating or may extend over the entire surface.
Dull grey coatings usually occur on steels with relatively high silicon content which are highly reactive to molten zinc as discussed under ‘Composition of steel’.
Welds made with steel filler rods containing silicon may also produce localised grey areas in an otherwise normal galvanized coating.
Dull grey coatings are often thicker than the normal bright or spangled coatings and therefore give longer life. It is rarely possible for the galvanizer to minimise or control the development of dull grey coatings which is dependent basically on steel composition.



Blisters
General comment: Small intact blisters acceptable.
Extremely rare. Small blisters in galvanized coatings are due to hydrogen absorbed by the steel during pickling being expelled as a result of the heat of the galvanizing process. Their occurrence is due to the nature of the steel and is outside the control of the galvanizer. Blisters do not reduce the corrosion resistance of the coating.

Rust staint
General comment: Acceptable when present as a surface stain.
Rust staining on the surface of galvanized coatings is usually due to contact with or drainage from other corroded steel surfaces. Steel filings or saw-chips produced during erection and fabrication operations should be removed from galvanized surfaces to prevent possible localised rust staining. Rust staining may also be caused by the weeping of pickling acid from seams and joints causing damage to the galvanized coating, and in such cases requires a modification in design as discussed under ‘Overlapping surfaces’.
A thin brown surface staining sometimes occurs in service when the galvanized coating comprises entirely zinc-iron alloys as discussed under ‘Dull grey coating’. Staining arises from corrosion of the iron content of the zinciron alloy coating and is therefore outside the control of the galvanizer. It has no effect on the corrosion resistance of th coating. Long term exposure testing has shown that the corrosion resistance of zinc-iron alloys is similar to that of normal galvanized coatings.

General roughness and thick coatings on welds.
General comment: Acceptable, unless otherwise agreed.
Rough galvanized coatings usually result from uneven growth of zinc-iron alloys because of the composition or surface condition of the steel. Where welding electrodes containing silicon have been used, the galvanized coating on the weld area may be thicker than normal and may also be brittle. Rough coatings of this type are usually thicker than normal and therefore provide longer protective life. General roughness may also be caused by over-pickling, prolonged immersion in the galvanizing bath, or excessive bath temperature, factors which are frequently dictated by the nature of the work and may be beyond the control of the
galvanizer. In architectural applications where a rough finish is aesthetically or functionally unacceptable, the steel composition and surface preparation should be closely specified and the galvanizer consulted at an early stage. It is rarely possible for the galvanizer to effect any later improvement.

Lumpiness and runs
General comment: Acceptable unless otherwise specified.
Australian/New Zealand Standard 4680 ‘Hot dip galvanized (zinc) coatings on fabricated ferrous articles’ demands that a galvanized coating shall be ‘smooth’ but points out that smoothness is a relative term and that coatings on fabricated articles should not be judged by the same standards as those applied to continuously galvanized products such as sheet steel and wire, since these are produced by processes which permit a high degree of control over coating thickness and appearance. Lumps and runs arising from uneven
drainage are not detrimental to coating life. When zinc drainage spikes are present on galvanized articles
and their size and position is such that there is a danger they may be knocked off in service removing the coating down to the alloy layers, they should be filed off by the galvanizer and, where necessary, the coating should be repaired as described. For architectural applications the galvanizer can sometimes
achieve a smoother finish than the normal commercial coating, depending on the shape and nature of the product. The steel should be carefully specified and the galvanizer consulted at the design stage and advised when the order is placed. Extra cost may be involved.

Pimples
General comment: May be grounds for rejection depending on size and extent.
Pimples are caused by inclusions of dross in the coating. Dross, which comprises zinc-iron alloy particles, has a similar corrosion rate to the galvanized coating and its presence as finely dispersed pimples is not objectionable. Gross dross inclusions may be grounds for rejection as they tend to embrittle the coating.


Bare spots
General comment: Acceptable if small in area and suitably repaired, depending on the nature of the product.
Small localised flaws up to about 3 mm wide in a galvanized coating are usually self-healing because of the cathodic protection provided by the surrounding coating as discussed under Cathodic Protection .
They have little effect on the life of the coating. Australian/New Zealand Standard 4680 Appendix E
‘Renovation of damaged or uncoated areas’ specifies that “... the sum total of the damaged or uncoated areas shall not exceed 0.5% of the total surface area or 250cm2, whichever is the lesser, and no individual damaged or uncoated areas greater than 40cm2. However, as an exception, uncoated areas greater than 40cm2, which have been caused by unavoidable air locks during the galvanizing operation, shall be repaired.” Repair methods which accord with AS/NZS 4680 Appendix E are detailed.
Bare spots may be caused by under-preparation by the galvanizer and by a number of factors outside his control, and for which he cannot be responsible, including the presence of residual welding slags, rolling defects such as laps, folds and laminations in the steel, and non-metallic impurities rolled into the steel surface.

Wet storage stain or bulky white deposit
General comment: Not the galvanizer’s responsibility unless present before first shipment. Acceptable if non-adherent deposit is removed and the coating meets coating mass requirements. A bulky white or grey deposit, known as wet storage stain may form on the surface of closely stacked freshly galvanized
articles which become damp under poorly ventilated conditions during storage or transit. In extreme cases, the
protective value of the zinc coating may be seriously impaired but the attack is often very light despite the bulky appearance of the deposit. Initiation and development of wet storage staining on new
galvanized surfaces is readily prevented as detailed  by attention to conditions of storage and transport and by
application of a chromate passivation treatment. Where the surface staining is light and smooth without
growth of the zinc oxide layer as judged by lightly rubbing fingertips across the surface, the staining will gradually disappear in service and blend in with the surrounding zinc surface as a result of normal weathering.
When the affected area will not be fully exposed in service, particularly on the underside of steelwork and in
condensation areas, or when it will be subject to a humid environment, wet storage staining must be removed as detailed below, even if it is superficial. Removal is necessary to allow formation of the basic zinc carbonate film which normally contributes to the corrosion resistance of galvanized
coatings. Medium to heavy buildup of white corrosion product must be removed to allow formation of a basic zinc carbonate film in service. Light deposits can be removed by brushing with a stiff bristle brush. Heavier deposits can be removed by brushing with a 5 percent solution of sodium or potassium dichromate with the addition of 0.1 percent by volume of concentrated sulphuric acid. This is applied with a stiff brush and left for about 30 seconds before thorough rinsing and drying. A check should be made to ensure that the coating
thickness in affected areas is not less than the minimum specified in relevant standards for the various classes of galvanized coatings as detailed. In extreme cases, where heavy white deposit or red rust has been allowed to form as a result of prolonged storage under poor conditions, corrosion products must be removed by thorough wire brushing and the damaged area repaired as detailed.

Dark spots/Flux staining
General comments: Acceptable if flux residues have been removed.
Smuts of dirt may be picked up on the surface of the galvanized coating from floors and trucks or from contact with other articles. These smuts are readily washed off to reveal a sound coating and are not harmful.
Where a flux blanket is used in the galvanizing process, stale flux may adhere to the surface of the work during immersion and appear as a black inclusion in the coating. Such inclusions tend to pick up moisture forming a corrosive solution and coatings containing them should be rejected. Black stains or deposits of flux picked up on the surface. the object is withdrawn from galvanizing the bath do not warrant rejection provided the underlying coating is sound and the deposit is removed.

TYPICAL STEPS IN THE MANUFACTURING PROCESS OF GALVANIZING


1) Cleaning: The step in which the majority of oil, grease, and paints, are removed with a hot alkaline cleaner.
This cleaner usually consists of a lead bath or hot soapy water.
2) Rinse/Air Flow: A bath of cooled water to rinse any of the cleaning residue off and air knives to aid in the removing of any additional residue and water that were used on the material before entering the pickling system .
3) Pickling: A bath of diluted hydrochloric or sulfuric acid solutions that serve to remove surface rust and mill scale to provide a chemically clean metallic surface.
4) Rinse/Air Flow: Another water reservoir to dilute the acid concentration that may be left on the material before entering the flux stage and also an air knife to aid in removing un wanted residue.
5) Pre fluxing: The steel is immersed into a liquid flux to remove oxides and to prevent oxidation prior to entering the molten metal. The liquid flux is a concentration that consists usually of zinc ammonium chloride solution. The flux is the key ingredient in aiding in the ability of the zinc to adhere to the iron or steel.
6) Air Flow: Between the pre flux area and the molten metal the material is blown dry using a air knife to remove in moisture that consists prior to entering the liquid metal.

7) Galvanizing: The item is immersed in a bath of molten zinc, with a temperature range between 820 and 850 degrees Fahrenheit. The temperature needs to be constantly in this range, if too cold, the zinc  freezes,  if too hot, the coating consistency is not symmetrical causing low coating, bare spots, or a burnt gray color to exist on galvanize. the material. With the temperature within range the zinc metallurgic ally bonds to the steel, creating a highly resistant zinc iron alloy layer. The zinc iron alloy is formed in the galvanizing process with pure zinc and the ferrous material being galvanized. This alloy layered is a bond between the iron that is diffused from the steel product being galvanized and the zinc in the molten stage. The layer of coating has several different phases of alloy layers with names such as Alpha, Gamma, Delta, Zeta, and the free Zinc layer. Each of these layers have a different amounts of iron, zinc ratio's. This alloy layer is dependent on the type of steel being used for the galvanizing process. These different alloy layers are what make up the weight of coating that the material receives, determining the finished gauge of the product. The layer gauge to be put on the material is determined by the time in which the material is actually in the zinc bath.
8) Finishing & Cooling: These two steps work together because the cooling of the material results in the finishing of the material. The finishing process consists of removing excess zinc by draining (to aid in the drainage coal and a hard wipe pad are sometimes used), vibrating, and for small items centrifuging (such as with a die in place that is sized according to the desired amount of coating gauge to be applied). While and directly after the finishing process is going on the material is rapidly cooled using different methods to include cold water, high pressure air knives that use nitrogen to form and cool the material. The cool water is aided by chillier units that decrease the temperature of the water before sending it to a quench tank where the material is directly cooled by immersing the completed material directly in the cold water. In many applications the product is also immersed in a wax based substance, applying a light coat to aid in the product being separated when at the end of the continuos run or in use later.

9) Inspection: The inspection process of galvanized material is the simplest and most important means of assessing the quality of the galvanized zinc coating. The inspection process uses some standard testing such as tensile strength, yield strength, hardness, elongation, stress/stain, form/condition, thermal conductivity, electrical resistance, coating weight/gauge, and most importantly the appearance of the finished product. The appearance of the galvanized coat demonstrates the relationship to the coating quality.

.